“Hendaklah kamu selalu bersikap jujur kendati ia akan membunuhmu.” (Umar bin Khattab ra, Al Kanz, 8/235). Nasehat tajam itu seperti sangat ekstrim karena mempertaruhkan nyawa yang sangat berharga sebagai sebuah kejujuran. Semahal itukah kejujuran hingga mengalahkan nilai nyawa seseorang? Tapi makna kata-kata itu menjadi lain tatkala didampingkan dengan realitas peta kehidupan yang serba ‘panas’ dan menggelincirkan. Dunia yang ganas penuh jebakan, hamparan duri dan lubang fitnah. Dalam kondisi seperti itu, tanpa komitmen yang tegas untuk tetap berada di jalur yang benar, setiap orang bisa jatuh terpuruk dan terbakar.
Ya. Tanpa sikap yang tegas, panasnya kehidupan bisa membakar seseorang. Dan anehnya, orang bisa tidak menyadari kalau dirinya terbakar oleh kepanasan hidup. Seperti orang sakit yang tak sadar bila dirinya sakit. Mereka yang sudah terbiasa hidup di lingkungan panas, rawan, penuh syubhat, bisa jadi akan menganggap seluruh keadaan itu lumrah adanya. Itulah suasana panas yang bisa dianggap dingin bahkan sejuk oleh orang-orang yang menikmati panasnya. Meski nurani telah mengatakan bahwa itu adalah panas dan dosa. Mereka adalah orang-orang yang mempunyai dua tipe. Baik terlalu mengagungkan hidup sehingga menjadi pelayan obsesi hidupnya meski harus bertabrakan dengan murka Allah SWT. Atau, mereka yang sangat tidak menghargai hidup sehingga hidupnya dilakukan seperti yang ia mau. Tanpa peduli dengan kematian dan hidup setelah kematian.
Sahabat Rasulullah SAW, Salman Al Farisi pernah berwasiat panjang. “perumpamaan seorang mukmin dalam kehidupan dunia ini seperti orang sakit yang ditemani oleh seorang dokter yang tahu betul penyakitnya serat oabtnya. Jika ia ingin menikmati sesuatu yang akan mendatangkan mudharat baginya, dokter itu melarangnya dengan berkata: Jangan dekati barang itu, sebab bila kamu menelannya kamu akan dihancurkan olehnya. Dan dokter itu masih saja melarangnya sampai ia benar-benar sembuh dari sakitnya. Demikianlah orang mukmin menginginkan banyak hal yang telah diberikan kepada orang lain berupa nikmat hidup. Namun Allah melarangnya dan menjauhkan hal itu darinya, sampai Allah mewafatkannya dan memasukkannya ke dalam surga.” (Al Hilya, 1/207)
Islam menekankan bahwa kualitas dan prestasi kebaikan di kala hidup sangat mempengaruihi seseorang dalam proses kehidupan sesudah kematian. Mereka yang tak memiliki keyakinan hidup setalah kematian, akan menjalani hidup semaunya. Tak ada pilihan kecuali tak mementingkan kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.
Seorang mukmin tidak akan melebih-lebihkan dalam mengambil dunia dengan melanggar ketentuan Allah SWT. Tak perlu mengumbar obsesi terlalu besar dalam hidup, karena nilai besar kecilnya materi duniawi, sangat relative. Ikutilah nasehat Abu Darda ra, “Beribadalah kepada Allah seolah-olah kalian melihat-Nya. Persiapkan diri kalian menongsong datangnya kematian, dan ketahuilah bahwa yang sedikit tapi mencukupi (hidup) itu lebih baik daripada banyak tapi melengahkan kalian.” (Al Hilya, 1/212)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Kendati Kejujuran Akan Membunuhmu"
Posting Komentar