Besar dan kecil sama pentingnya. Perhatian pada yang kecil, tidak boleh meredusir sesuatu yang besar. Begitu sebaliknya. Kedua-duanya adalah bagian dari proses yang harus mendapat perhatian penuh. Mungkin kita tidak pernah mendapati orang yang tidak melakukan shalat berdalih yang penting tidak berdusta. Ia menganggap besar perkara kejujuran dan mengecilkan shalat. Ada lagi yang tidak berzakat kemudian yang beralasan yang penting tidak korupsi. Ia memandang tidak korupsi lebih besar ketimbang zakat. Ada juga yang mengatakan tidak menutup aurat yang penting tidak berzina dan hati saya baik. Itu artinya ia menganggap besar perkara tidak berzina, tapi meyepelekan perintah menutup aurat. Shalat, zakat, dan menutup aurat dan semacamnya merupakan kewajiban yang tak bisa dipisahkan dengan kewajiban yang tidak bisa dipisahkan dengan kewajiban yang lain.
Salah satu cara syaitan memperdaya manusia adalah dengan menghembuskan informasi seperti itu. Meletakkan prioritas palsu kepada seseorang dalam melakukan kebaikan. Menjadikan amal-amal baik saling bertentangan atau menciptakan timbangan prioritas amal yang menyesatkan. Merubah yang sunnah menjadi wajib, yang wajib dinafikan dengan kewajiban lain, merubah yang kecil menjadi besar, atau sebaliknya yang besar menjadi kecil dan sebagainya.
Ukuran semua itu harus dikembalikan pada mizan petunjuk Allah SWT dan Rasulullah SAW. Nilai sesuatu itu besar atau kecil, tidak bisa diserahkan kepada pertimbangan logika. Apalagi persaan seseorang yang sangat bervariasi ukurannya. Karena itulah, perhatian pada yang kecil sama pentingnya dengan meletakkan perhatian pada yang besar. Melakukan yang wajib tidak berarti mengabaikan kewajiban yang lain, apalagi menafikan yang sunnah. Dan untuk hal ini, berarti kita harus memiliki acuan ilmu hitam yang mencukupi sebgai muslim.
Kadang, orang merasa bangga dengan amal-amalnya yang dianggap ‘besar’. Padahal amal itu bisa saja bernilai kecil di sisi Allah SWT. Kadang juga, orang merasa kuran dalam beramal, tapi sebenarnya ia mempunyai kedudukan yang lebih baik di sisi Allah SWT. Lihatlah ungkapan Anas Ra yang berbunyi: “Sesungguhnya kelak kalian akan melakukan perbuatan yang kalian anggap lebih tipis dari rambut, sedangkan kami menganggapnya pada zaman Rasulullah SAW termasuk dosa besar.” (HR Bukhari). Ibnu Mas’ud Ra juga menyinggung hal ini dalam perkataannya, “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya, seolah ia berada di bawah sebuah gunung yang dikhawatirkan akan menimpanya. Dan orang fajir melihat disanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya.” (HR Bukharri). Karena itu, sekali lagi, besar dan kecil harus diukur sesuai petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya. Agar kita tidak salah dalam meletakkan prioritas.
Selengkapnya...